Jambore III FPRB Jatim: Perkuat Sinergi Hadapi Bencana
- Yohanes Vandy Indra Prasetya, S.I.Kom
- •
- 14 Sep 2025 17.35 WIB

Dokumentasi Jambore III FPRB Jatim
Kominfo Jatim – Upaya memperkuat kesiapsiagaan dan pengurangan risiko bencana kembali ditegaskan dalam Jambore III Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Jawa Timur yang berlangsung di Pantai Grand Watudodol, Banyuwangi, pada 12–14 September 2025.
Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, Adhy Karyono, menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menghadapi ancaman bencana yang semakin kompleks.
“Sistem penanggulangan bencana tidak bisa berjalan sendiri. Harus melibatkan unsur pentahelix: pemerintah, akademisi, masyarakat, dunia usaha, dan media,” ujarnya, dilansir dari laman resmi Dinas Kominfo Jatim, Minggu (14/9/2025).
Menurutnya, pendekatan berbasis masyarakat merupakan kunci utama dalam merespons kondisi darurat.
“Ketika masyarakat semakin sadar dan berdaya, mereka bisa menjadi garda terdepan saat bencana terjadi,” tambahnya.
Dengan mengusung tema “Together We Are Strong, Humanity for All”, Jambore III FPRB Jatim menjadi ruang berbagi praktik baik, memperkuat kolaborasi, serta meningkatkan kapasitas daerah dalam pengurangan risiko bencana. Kegiatan ini diikuti 803 peserta dari 29 provinsi dan 105 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
“Ini membuktikan forum kesiapsiagaan bencana telah berkembang melampaui level provinsi, menjadi ajang sinergi antarwilayah,” kata Adhy.
Ia juga menegaskan pentingnya setiap daerah memiliki pemetaan risiko bencana dan rencana kontingensi yang jelas, mulai dari identifikasi dampak, estimasi jumlah penduduk terdampak, hingga kesiapan jalur evakuasi.
“Seperti di Jepang, kesiapsiagaan harus dibangun secara berulang melalui simulasi. Masyarakat harus tahu apa yang harus dilakukan saat bencana benar-benar terjadi,” tegasnya.
Selain diskusi kebijakan, jambore ini juga menyajikan berbagai kegiatan edukatif. Di antaranya sosialisasi Satuan Pendidikan Aman Bencana di enam sekolah, simulasi gempa dan tsunami, diskusi kelompok tentang inklusivitas dan aspek hukum PRB, hingga simulasi water rescue.
Sekjen FPRB Jatim, Sudarmanto, menegaskan bahwa jambore ini bersifat inklusif dan terbuka bagi semua elemen masyarakat, termasuk kelompok difabel.
“Konsep PRB itu inklusif. Ada peserta dari Tuli, Netra, hingga Daksa yang ikut aktif dalam seluruh rangkaian kegiatan. Semua diberi ruang yang sama untuk berpartisipasi,” jelasnya.
Rangkaian jambore juga diwarnai dengan gebyar seni budaya, aksi konservasi mangrove, koordinasi lintas daerah, serta penyusunan rekomendasi untuk Bulan PRB Nasional.
Deputi Bidang Pencegahan BNPB, Prasinta Dewi, memberikan apresiasi terhadap pelaksanaan jambore ini.
“Keberadaan FPRB sangat penting karena mampu meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat. Harapannya, kegiatan ini memberi kontribusi nyata dalam menurunkan risiko bencana,” ujarnya.
Melalui rangkaian kegiatan yang kolaboratif dan partisipatif, Jambore III FPRB Jatim membuktikan bahwa membangun ketangguhan bencana harus dimulai dari tingkat komunitas dengan sinergi semua pihak secara berkelanjutan. (Van)