Dorong “E-Office”, Ganjar: Jangan “Siksa” Gubernurmu dengan Tanda Tangan Setumpuk
SEMARANG – Apa bedanya tanda tangan elektronik atau tanda tangan digital dengan yang tidak? Apakah sama tanda tangan elektronik dengan tanda tangan yang di-scan untuk ditempelkan di dokumen?
Direktur Tata Kelola Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika RI Maryam Fatima Barata mengungkapkan, tanda tangan elektronik (TTE) bukan sekadar tanda tangan yang di-scan. Namun, TTE mesti terdaftar, tersertifikasi keamanannya melalui Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE). Untuk memiliki sertifikasi elektronik, seseorang bisa mendaftarkan tanda tangannya ke Certificate Authority (CA).
“Setelah terdaftar dan tersertifikasi, hanya orang itu yang bisa menggunakan karena ada private key-nya,” terangnya, saat Pembukaan Seminar dan Bimtek Pemanfaatan dan Kekuatan Hukum Tanda Tangan Elektronik, di Patra Convention Hotel, Selasa (24/9/2019).
Diakui, kebutuhan tanda tangan digital semakin penting. Banyak tanda tangan yang dibutuhkan pada dokumen legal atau dokumen pemerintah. Di saat yang sama, beban pekerjaan meningkat, yang berdampak pada ketiadaan pejabat di kantor karena bertugas ke luar kota. Ketidakhadiran pejabat tersebut seringkali menjadi penghalang untuk memberikan layanan kepada masyarakat.
“Misalnya, pengusaha yang tengah mengurus perizinan, sudah jauh-jauh datang karena tinggal di kota berbeda, mesti meninggalkan bisnis pula, ternyata tidak selesai urusannya karena pejabatnya tidak di kantor. Lebih boros juga,” ungkap Maryam.
Dengan diberlakukannya TTE, katanya, penandatanganan dapat dilakukan lebih cepat karena bisa kapan dan di mana pun. Pengadaan kertas pun dapat diminimalisasi, sehingga arsip tidak lagi memenuhi gudang mengingat sudah dilakukan secara elektronik.
Ditambahkan, sejak 2016, sosialisasi TTE terus dilakukan agar masyarakat mengenalnya. Setidaknya, warga mengerti mengenai apa itu TTE, manfaat, serta implementasinya. Semakin kenal, tahu manfaatnya ada, misalnya bisa untuk transaksi, akan makin mudah mengimplementasikannya ke beberapa kantor pemerintah maupun swasta.
“Memang butuh jangka waktu lama, tapi kita harus mulai. Jika kita mampu mengubah mindset bahwa dokumen digital memiliki kekuatan hukum yang sama dengan dokumen kertas, maka kita dapat menghilangkan kewajiban menggunakan kertas pada dokumen legal,” tegasnya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo terus mendorong penggunaan TTE di Jawa Tengah, setidaknya di lingkup pemerintah provinsi. Terlebih, dengan telah ditetapkannya Peraturan Daerah Provinsi Cerdas, yang diharapkan jajaran di bawahnya pun dituntut lebih cerdas. Salah satu yang tengah dilakukan, menyiapkan perpindahan sistem dari dokumen manual ke e-office. Sebab, dengan e-office pekerjaan lebih cepat, tidak perlu pengadaan kertas, tidak merepotkan.
Penyimpanan dengan sistem elektronik, terang Ganjar, juga tidak membuat gudang-gudang penuh oleh kertas dokumen. Tinggal menyimpan dokumen di server atau cloud, kantor menjadi lebih bersih, enak, nyaman, semua cepat. Berkas dokumen mudah dibuka dan dicari.
“Apa bedanya tanda tangan elektronik dengan yang tidak? Apa bedanya tanda tangan digital dengan yang tidak? Ternyata jawabannya satu, tidak ada bedanya. Maka, saya dorong Pemprov Jateng, khususnya Diskominfo, mari siapkan perpindahan ke e-office,” tegasnya.
Menurut gubernur, jika tanda tangannya sudah distandarisasi, urusan dokumen maupun surat-menyurat akan semakin mudah. Maklum saja, sebagai orang nomor satu di Jawa Tengah, setiap hari dia mesti menandatangani banyak surat dan dokumen. Padahal, seharian kegiatan Ganjar sangat padat.
“Jangan ‘siksa’ gubernurmu ini dengan tanda tangan setumpuk setiap harinya. Kalau tanda tangan saya sudah distandarisasi, akan mudah. Mungkin, tinggal cap jempol saja, tanda tangan akan keluar di surat atau dokumen. Pelayanan masyarakat juga akan lebih mudah, murah, cepat, transparan, akuntabel, taat aturan, dan yang pasti masyarakat senang. (Ul, Diskominfo Jateng)